Perlawanan Rakyat di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu, terjadi pada tanggal 30 Juli 1944.Perlawanan ini dipimpin oleh H. Madriyas, Darini, Surat, Tasiah¸dan H. Kartiwa.Pada bulan April sebagian ada yang mengatakan Juli) 1944. Sewaktu Belanda, Jepang, dan Sekutu melalukan pendudukan di Indonesia, beberapa daerah di Jawa Barat melakukan gerakan perlawanan yang dilakukan rakyat untuk melawan penjajah. Gerakan perlawanan rakyat di Indramayu terjadi sekitar tahun 1942-1947. Antara tahun 1942-1945 rakyat Indramayu melakukan perlawanan melawan Jepang yaitu di Desa Kaplongan. Gerakan perlawanan tersebut dipicu oleh Camat Karangampel yang bernama Misnasastra mengumpulkan padi milik Haji Aksan, namun Haji Aksan menolak. Dengan minta bantuan kepada polisi, Haji Aksan ditangkap untuk dibawa ke Balai Desa. Dengan ditangkapnya Haji Aksan maka rakyat Desa Kaplongan berbondong-bondong menyerbu Balai Desa dan menyerang polisi. Selain itu Desa Kaplongan banyak sekali tokoh-tokoh agama yang memimpin gerakan perlawanan rakyat, sehingga Jepang encatat bahwa tokoh-tokoh tersebut teah masuk daftar hitam dan termasuk orang yang dicari Jepang. Untuk menangkap tokoh-tokoh tersebut Jepang melakukan siasat yang sangat licik, sehingga secara satu persatu tokoh-tokoh tersebut dapat tertangkap. Selain di Desa Kaplongan, gerakan perlawanan juga terjadi di Desa Cidempet. Gerakan tersebut dipicu adanya bala tentara Jepang melakukan perampasan pagi hasil panenan rakyat. Dengan cara hasil panenan rakyat harus diserahkan ke Balaidesa dan rakyat mengambil sebagian dari hasil panenan tersebut. Namun tawaran Jepang tersebut ditentang oleh rakyat, sehingga timbullah gerakan perlawanan melawan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, gerakan perlawanan rakyat Indramayu masih juga terjadi yaitu gerakan perlawanan dalam melawan Sekutu. Gerakan tersebut terjadi antara tahun 1946-1947. Sekutu yang diboncengi Belanda berkeinginan untuk kembali menjajah Indonesia. Namun kedatangan Belanda yang memboncengi NICA tersebut dihadang rakyat dalam bentuk perlawanan. Kejadian tersebut terjadi di Kecamatan Kertasemaya. Kontak senjata melawan Belanda juga terjadi di Desa Larangan. Namun diantara gerakan perlawanan rakyat di Indramayu dalam melawan Belanda yang paling dahsyat terjadi di Kampung Siwatu, yaitu pembumihangusan Kampung Siwatu karena kempung tersebut dijadikan tempat pengungsian para pejuang Indramayu. Ayib Maknun, warga Indramayu yang menjadi mata-mata Belanda memberitahukan kepada tentara Belanda, kalau Kampung Siwatu dijadikan tempat persembunyian, sehingga oleh Belanda kampung tersebut dibumihanguskan.

Komentar